WELCOME TO MY BLOG.....

Fithri Rahmatiah (Phiting)

Jumat, 20 Mei 2011

Peranan Komisi Yudisial

Sejarah Pembentukan Komisi Yudisial
Berawal pada tahun 1968 muncul ide pembentukan Majelis Pertimbangan Penelitian Hakim (MPPH) yang berfungsi untuk memberikan pertimbangan dalam mengambil keputusan akhir mengenai saran-saran dan atau usul-usul yang berkenaan dengan pengangkatan, promosi, kepindahan, pemberhentian dan tindakan/hukuman jabatan para hakim. Namun ide tersebut tidak berhasil dimasukkan dalam undang-undang tentang Kekuasaan Kehakiman.Baru kemudian tahun 1998-an muncul kembali dan menjadi wacana yang semakin kuat dan solid sejak adanya desakan penyatuan atap bagi hakim, yang tentunya memerlukan pengawasan eksternal dari lembaga yang mandiri agar cita-cita untuk mewujudkan peradilan yang jujur, bersih, transparan dan profesional dapat tercapai.
Seiring dengan tuntutan reformasi peradilan, pada Sidang Tahunan MPR tahun 2001 yang membahas amandemen ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, disepakati beberapa perubahan dan penambahan pasal yang berkenaan dengan kekuasaan kehakiman, termasuk di dalamnya Komisi Yudisial yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Berdasarkan pada amandemen ketiga itulah dibentuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial
Adapun alasan utama bagi terwujudnya (raison d’atre) Komisi Yudisial di dalam suatu negara hukum, adalah :
(1) Komisi Yudisial dibentuk agar dapat melakukan monitoring yang intensif terhadap kekuasaan kehakiman dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat dalam spectrum yang seluas-luasnya dan bukan hanya monitoring secara internal,
(2) Komisi Yudisial menjadi perantara (mediator) atau penghubung antara kekuasaan pemerintah (executive power) dan kekuasaan kehakiman (judicial power) yang tujuan utamanya adalah untuk menjamin kemandirian kekuasaan kehakiman dari pengaruh kekuasaan apapun juga khususnya kekuasaan pemerintah,
(3) Dengan adanya Komisi Yuidisial, tingkat efisiensi dan efektivitas kekuasaan kehakiman (judicial power) akan semakin tinggi dalam banyak hal, baik yang menyangkut rekruitmen dan monitoring hakim agung maupun pengelolaan keuangan kekuasaan kehakiman,
(4) Terjaganya konsistensi putusan lembaga peradilan, karena setiap putusan memperoleh penilaian dan pengawasan yang ketat dari sebuah lembaga khusus (Komisi Yudisial), dan
(5) Dengan adanya Komisi Yudisial, kemandirian kekuasaan kehakiman (judicial power) dapat terus terjaga, karena politisasi terhadap perekrutan hakim agung dapat diminimalisasi dengan adanya Komisi Yudisial yang bukan merupakan lembaga politik, sehingga diasumsikan tidak mempunyai kepentingan politik.
Wewenang dan Tugas
Pasal 24 B UUD 1945 yang menyatakan bahwa : “ Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim”. Pasal 24 B UUD 1945 yang dijabarkan dalam Undang Undang No. 22 Tahun 2004 Pasal 13 yang pada pokoknya adalah :
a. Mengusulkan pengangkatan hakim agung kepada DPR;
b. Mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Pasal 13 huruf a dalam pasal 14 (1) :
a. melakukan pendaftaran calon hakim agung
b. melakukan seleksi terhadap calon hakim agung
c. menetapkan calon hakim agung
d. mengajukan calon hakim agung ke DPR.
Pasal 13 huruf b dijabarkan dalam pasal 20 dan pasal 22 (1) :
a. menerima laporan masyarakat tentang perilaku hakim;
b. meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan berkaitan dengan
perilaku hakim;
c. melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim;
d. memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar kode
etik perilaku hakim; dan membuat LHP yang berupa rekomendasi dan disampaikan kepada MA dan/atau MK
Peran Komisi Yudisial Dalam Menciptakan Lembaga Peradilan Yang Bersih
Terungkapnya kasus-kasus penyalah-gunaan wewenang oleh hakim dan pejabat peradilan yang dipublikasikan oleh berbagai media akhir-akhir ini merupakan cerminan dari lemahnya integritas moral dan perilaku hakim, termasuk pejabat dan pegawai lembaga peradilan. Keadaan ini tidak saja terjadi di lingkungan pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, tetapi juga telah memasuki dan terjadi di lingkungan Mahkamah Agung sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman yang tertinggi. Ternyata penerapan one roof system sebagai salah satu upaya menciptakan independensi pengadilan dan imparsial hakim melalui proses pemindahan kewenangan manajemen administrasi, personalia, dan keuangan dari eksekutif (Menteri Hukum dan HAM) sebagai amanat undang-undang pokok kekuasaan kehakiman belum dapat meningkatkan integritas moral dan profesionalitas hakim.
Gambaran singkat diatas merupakan realita yang berkembang hari ini, semua itu terjadi karena tidak efektifnya mekanisme pengawasan secara internal di lembaga peradilan sendiri. Adapun sebab-sebab mengapa mekanisme pengawasan internal tersebut kurang efektif bisa digambarkan sebagai berikut :
1.lemahnya integritas moral hakim dan pejabat lembaga
2.putusan lembaga peradilan yang kontroversial, dan banyaknya putusan yang bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat.
3.Belum adanya kemudahan bagi masyarakat yang dirugikan untuk menyampaikan pengaduan, memantau proses serta hasilnya (ketiadaan akses),
4.Semangat membela sesama korps (esprit de corps) yang mengakibatkan penjatuhan hukuman tidak seimbang dengan perbuatan
5.Tidak terdapat kehendak yang kuat dari lembaga peradilan tertinggi sampai dengan terendah untuk menindak lanjuti hasil pengawasan.
Karena sebab-sebab itulah maka pembentukan Komisi Yudisial sebagai upaya untuk mengefektifkan mekanisme pengawasan yang kurang efektif di internal lembaga peradilan dengan menciptakan mekanisme pengawasan yang bersifat eksternal.
Sebagai lembaga tinggi negara yang lahir dari tuntutan reformasi hukum dan bertugas untuk melakukan reformasi lembaga peradilan, tentu saja Komisi Yudisial tidak mungkin membiarkan terus berlangsungnya praktek penyalah-gunaan wewenang di lembaga peradilan sebagaimana dikemukakan di atas. Oleh karena itu, Komisi Yudisial perlu melakukan langkah-langkah pembaharuan yang berorientasi kepada terciptanya lembaga peradilan yang sungguh-sungguh bersih dan berwibawa guna menjamin masyarakat dan para pencari keadilan memperoleh keadilan dan diperlakukan secara adil sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam rangka menciptakan lembaga peradilan yang berwibawa itu dan sekaligus untuk memberikan landasan hukum yang kuat maka komisi yudisial secara langsung diatur dalam UUD 1945 pasal 24B sebagai lembaga Negara yang bersifat mandiri. Yaitu dengan memberikan kewenangan kepada Komisi Yudisial untuk mewujudkan checks and balances didalam lembaga peradilan. Seperti tertera dalam UUD 1945 pasal 24B tersebut komisi yudisial memiliki peranan yang penting dalam rangka mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka melalui pencalonan hakim agung serta pengawasan terhadap hakim yang transparan dan partisipatif guna menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Perlu dikemukakan juga bahwa dalam upaya mendukung fungsi pengawasan dan untuk mengatasi penyalahgunaan wewenang di lembaga peradilan, maka Komisi Yudisial berpendapat perlu dilakukan perubahan Undang Undang No. 22 Tahun 2004 atau melalui mekanisme peraturan pemerintah pengganti undand-undang. Hal ini perlu untuk mengupayan penguatan komisi yudisial sebagai lembaga Negara yang kewenanganya telah di kurangi paska putusan Mahkamah konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006 yang telah membatalkan beberapa pasal penting yang menjadi inti keberadan Komisi Yudisial.
Kewenangan Komisi Yudisial untuk melaksanakan fungsi pengawasan sebagaimana dikemukakan di atas merupakan upaya untuk mengatasi berbagai bentuk penyalah-gunaan wewenang di lembaga peradilan yang dimulai dengan mengawasi perilaku hakim, agar para hakim menunjung tinggi kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Oleh karena itu, apabila fungsi pengawasan oleh Komisi Yudisial itu berjalan efektif tentu dapat mendorong terbangunnya komitmen dan integritas para hakim untuk senantiasa menjalankan wewenang dan tugasnya sebagai pelaksana utama kekuasaan kehakiman sesuai dengan kode etik, code of conduct hakim dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di sinilah sesungguhnya letak peranan penting dari Komisi Yudisial dalam upaya mendukung penegakan hukum di Indonesia.
Pengawasan oleh Komisi Yudisial ini pada prinsipnya bertujuan agar hakim agung dan hakim dalam menjalankan wewenang dan tugasnya sungguh-sungguh didasarkan dan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku, kebenaran, dan rasa keadilan masyarakat serta menjunjung tinggi kode etik profesi hakim. Apabila hakim agung dan hakim menjalankan wewenang dan tugasnya dengan baik dan benar, berarti hakim yang bersangkutan telah menjunjung tinggi kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Keadaan yang demikian itu tentu tidak hanya mendukung terciptanya kepastian hukum dan keadilan, tetapi juga mendukung terwujudnya lembaga peradilan yang bersih dan berwibawa, sehingga supremasi hukum atau penegakanpun dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Penutup
Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang mandiri lahir dari tuntutan reformasi dan untuk melakukan reformasi lembaga peradilan mempunyai fungsi untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mengawasi hakim agung dan hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung serta hakim Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Tahun 1945. Pengawasan yang dilakukan oleh Komisi Yudisial mencakup pengawasan preventif sampai dengan pengawasan yang bersifat represif dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Dengan eksistensi dan fungsi yang demikian itu, Komisi Yudisial memegang peranan penting dan strategis dalam upaya mewujudkan lembaga peradilan yang bersih dan berwibawa, sekaligus mereformasi lembaga peradilan dan mewujudkan lembaga peradilan yang mandiri, tidak berpihak (netral), kompeten, transparan, menjunjungtinggi nilai-nilai keadilan dan kebenaran, serta berwibawa, yang mampu menegakkan wibawa hukum, pengayoman hukum, kepastian hukum dan keadilan.
Akan tetapi tujuan tersebut telah dibatasi oleh tidak adanya aturan main yang pasti paska keputusan mahkamah Knstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006, maka dari situ diperlukan upaya yang bersifat yuridis untuk menopang kewenangan komisi yudisial dimasa yang akan datang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar